Akuakultur, Semarang – Ikan lele (Clarias sp.) merupakan komoditas budidaya air tawar yang banyak diminati di Jawa Tengah. Usaha budidaya lele mudah diterapkan, sangat menguntungkan, dapat meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dan dapat membantu menambah penghasilan masyarakat khususnya dimasa pandemi.

Salah satu masalah yang sering dihadapi pembudidaya lele adalah kematian ikan selama pemeliharaan akibat penyakit. Permasalahan penyakit infeksi dapat mengakibatkan kerugian bagi pembudidaya karena dapat menimbulkan kematian massal dan menurunkan produksi. Agus Jumaeri selaku pelaku usaha dan ketua POKDAKAN (Kelompok Budidaya Ikan) Lele Mandiri  di Desa Ngarapah membenarkan bahwa penyakit merupakan masalah terbesar pada budidaya lele miliknya.

Melalui Kegiatan Pengabdian kepada masyarakat, Tim dosen dari Departemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro: Dewi Nurhayati, S.Pi.M.Si., Dr. Ir. Desrina, M.Sc., Dr. Ir. Sarjito, M.App.Sc. dan Dr. Dicky Harwanto, S.Pi., M.Sc.Ph.D. melakukan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait bahan alami dan metoda pengobatan menggunakan bahan yang mudah didapatkan di lingkungan pada tanggal 24 Oktober 2021 di POKDAKAN lele Mandiri di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk mensosialisasikan manfaat kunyit sebagai salah satu bahan alami untuk pengobatan terhadap infeksi penyakit pada ikan lele Clarias sp. dan transfer teknologi teknik pemberian ekstrak kunyit pada pakan untuk pengobatan infeksi penyakit pada ikan lele.

Penggunaan bahan alami diharapkan dapat mencegah pembudidaya menggunakan bahan antibiotik untuk pengobatan pada ikan konsumsi. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang  dapat menimbulkan mengakibatkan pencemaran pada lingkungan dan ikan tidak aman dikonsumsi oleh manusia.