FPIK, SEMARANG – Cakupan studi di Program Sarjana Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro (UNDIP) lebih luas dari studi perikanan. Di program studi ini, selain mempelajari potensi perikanan laut maupun tawar dan payau, mahasiswa juga dibekali pengetahuan tentang aktivitas pemeliharaan, penangkaran, dan pengembangbiakkan biota perairan laut maupun air tawar seperti ikan, udang, tiram, rumput laut, dan sebagainya.

Ketua Departemen Akuakultur yang juga Ketua Program Studi (Prodi) S1 Akuakultur FPIK UNDIP, Dr Ir Sarjito MAppSc, mengatakan meski merupakan bagian dari perikanan, akuakultur adalah perikanan masa depan. “Saat ini dunia akuakultur mengalami perkembangan yang sangat signifikan termasuk pula industrinya,”kata Sarjito, Selasa (9/3/2021).

Dia mengakui masih ada persepsi bahwa akuakultur itu budidaya udang, kerapu, bandeng, rumput laut dan lainnya. Padahal yang dipelajari lebih dari itu. Mulai dari produksi benih, pakan, ukuran konsumsi, serta sarana dan prasarananya.

Untuk membedakan akuakultur dan perikanan, salah satu indikasinya adalah penekanannya dalam menghasilkan produk. Kalau perikanan lebih cenderung memanfaatkan dari alam (wild), sementara untuk akuakultur menekankan pada budidayanya. “Hasil akhirnya bisa sama, tapi prosesnya berbeda,” Sarjito menambahkan.

Prodi Akuakultur UNDIP lahir berdasarkan SK Dirjen DIKTI No. 473/DIKTI/Kep/1995 dengan nama Program Studi Budidaya Perairan. Ir Endang Arini M.Si. menjadi Ketua program studi yang pertama untuk prodi yang awalnya merupakan bagian dari Jurusan Perikanan. Untuk menghadapi tantangan global dan perkembangan yang ada, nomenklatur Prodi Budidaya Perairan diubah menjadi Prodi Akuakultur.

Hanya tiga tahun setelah kehadirannya, kualitas akademik tahun 1998 Prodi Akuakultur UNDIP mendapat pengakuan dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dengan Akreditasi B. Kemudian naik menjadi A pada tahun 2004 sesuai SK BAN PT No. 06753/Ak-VII-S1-032/UDEBYP/VIII/2004. Raihan mutu akademik terbaik ini terus dipertahankan pada periode akreditasi selanjutnya sehingga Akreditasi A masih melekat sampai sekarang.

Selain ketat dalam menjaga kualitas, Prodi Akuakultur juga membekali mahasiswanya dengan pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman. Para mahasiswa dibekali pengetahuan kewirausahaan, khususnya yang terkait dengan potensi budaya perairan. Lulusan Prodi Akuakultur juga diakui kesetaraan dalam KKNI (Equivalent Level to Indonesian National Qualification Framework) dengan Level 6 KKNI.  “Kurikulum kami memang prioritasnya mempersiapkan pengusaha dan pengembang akuakultur, selain tentu karir sebagai peneliti dan konsultan, manajer, pendidik dan instruktur akuakultur,” kata Sarjito.

Perlu diketahui, KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) adalah penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan. Ada 9 jenjang kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi Jenjang 1 sebagai kualifikasi terendah dan kualifikasi jenjang 9 sebagai kualifikasi tertinggi.

Untuk penetapan perjenjangan 1 sampai 9 dilakukan melalui pemetaan komprehensif kondisi ketenagakerjaan di Indonesia ditinjau dari sisi  penghasil (supply push) maupun pengguna (demand pull) tenaga kerja. Diskriptor setiap jenjang kualifikasi juga disesuaikan dengan mempertimbangkan kondisi negara secara menyeluruh. Lulusan Akuakultur UNDIP langsung masuk dalam level 6 KKNI, artinya hanya tiga langkah lagi untuk masuk level tertinggi.

Semua itu bisa diraih karena kualitas yang terjaga. Kualifikasi Prodi Akuakultur FPIK UNDIP bisa dilihat dari komposisi tenaga pengajarnya. Saat ini ada tiga profesor dan empat belas doktor di jajaran staf pengajarnya. Memang masih ada yang berkualifikasi magister, namun sebagian tengah mengikuti program pendidikan doktor. (Sumber berita: UNDIP).